Menulis Itu Menantang dan Menyenangkan

"menulis"
Muhajir atau kerap disapa dengan Caterpilar, Menamatkan S-1 di UNMUHA

Kata? Apalah arti sebuah kata. Kata itu magic, believe it or not? Saya akan mengutip sebuah pribahasa yang berbunyi “Menghela lembu dengan tali, menghela orang dengan kata.” Kekuatan kata mampu menyihir pembacanya; menangis, tertawa, terharu seolah semua panca indera hidup hanya dengan kata, orang bisa tergerak membunuh atau bahkan terbunuh juga dengan kata .

Kata tak ubah bak lukisan, namun semua itu tergantung pelukisnya. Kata-kata hanya akan terbentuk dengan menulis, seorang penulis yang piawai mampu melukiskan apapun bentuknya. Menulis  itu menyenangkan, kadang juga menentang.

Penulis fiksi, misalkan, mampu menulis kalimat yang ‘hidup’ seolah pembaca dapat merasakan, melihat, mendengar dan sebagainya. Kendati demikian, merangkai kata tidak semudah memaparkan materi  di depan khalayak ramai; ini A, ini B dan fomulanya Subjek Prediket Objek dan seterusnya.

Ketekunan, kontinuitas latihan, dan banyak mambaca akan menjadi modal utama bagi penulis, bahkan pemula sekalipun. Menulis ibarat tukang besi, sekali bahkan puluhan kali ketukan belum membentuk sesuatu yang dapat dimanfaatkan hingga ketukan terakir menjadi pisau atau parang yang indah dan bermanfaat, bisa jadi sebelum menjadi sebilah parang atau pisau sudah berulang kali terbuang.

Sehingga pada akhirnya, seorang tukang besi menjadi cerdas hanya dalam beberapa ketukan saja dari ketekunan, serta juga latihan yang berkelanjutan. Seorang penulis ahli, banyak terispirasi dari penulis-penulis hebat lainnya. Dari bacaan membentuk cara berfikir yang pada akhirnya mereka tuangkan dalam bentuk tulisan-tulisan yang segar dan menggugah untuk dibaca, serat ilmu dan pengalaman hidup. Penulis, seperti Andrea Hirata, salah satu karya perdananya “Laskar Pelangi” penulis Trilogi ini mampu menghipnotis penulis sendiri hingga terharu-birukan.

Tak sekedar itu saja, kala Hirata menarasikan ( 2007, h.19) dalam ceritanya  “Ayah yang pendiam hanya menatapku putus asa. Dalam keadaan ini, biasanya Ayah menaikkanku ke tempat duduk belakang sepeda Forever-nya, mengikat kakiku ke tuas di bawah sadel dengan saputangannya agar tak terlibas jari-jari ban, lalu memboncengku ke bendungan PN Timah.” Kisah ini diceritakan dalam novelnya yang berjudul “Edensor” ini mengingatkan penulis dengan masa kecilnya namun tempatnya hanya tidak ke PN Timah tapi lebih sering ke sawah atau hanya untuk berbelanja ke pasar yang berjarak 10 atau bahkan 15 kilo meter.

Hal seperti ini membuat penulis sangat merindukan sosok ayah yang penuh jasa. Kata-katantanya begitu kaya juga penuh inspirasi.  Selain itu, penulis fiksi yang juga tidak kalah lihainya adalah Pramoedya Ananta Toer penulis fiksi berjudul “Bumi Manusia” karyanya ini sudah banyak yang dialihbahasakan.

Nah, menulis adalah suatu hal yang menyangkan, kita bisa berbagi cerita dengan menulis, menulis juga dapat melepaskan unek-unek yang sudah lama tersimpan dalam fikiran, menulis dapat menghilangkan keadaan stres. Kita dapat bercerita banyak hal dengan kata, pengalaman hidup, fenomena dalam panggung kehidupan, dan apapun itu. Lagi pula kata-kata tidak berbayar, bahkan sebaliknya.  Jika tulisan kita berenergi, punya muatan positif, maka tak ayal kita yang akan mendapat bayaran.

Tidak perlu berfikir untuk menulis apa, modal hanya minat atau keinginan. Nah, kemudian mainkan ujung jarinya di atas keyboard sesuaikan irama pikiranmu dengan irama jari-jemari yang menari di atas karpet hitam. Kemudian akan membentuk kata dari kata akan membentuk kalimat dari kalimat terbentuklah paragraf hasilnya ya seperti kamu baca ini. Selesailah atau The End.

Penulis Catter Pillar

Subscribe to receive free email updates: